Wilayah Eropa pada masa itu banyak dikuasai imperium Franks, bangsa Viking bergerak layaknya gelombang lautan menjarah daerah-daerah tersebut. Walaupun bangsa ini dikenal sebagai bangsa penjarah, namun mereka juga merupakan bangsa pedagang dan pemukim, serta mempengaruhi cara hidup di berbagai negeri di penjuru benua Eropa.
Sejarah Bangsa Viking
Ketika bangsa Barbar menginvasi Eropa antara tahun 350-550 M, beberapa dari mereka bermukim di Skandinavia. Memasuki abad ke-8, keturunan mereka yang dikenal sebagai bangsa Viking, hidup dalam banyak kelompok terpisah di Norwegia, Swedia, Denmark. Mereka mencukupi kebutuhan hidupnya dengan bertani dan berdagang.
Umumnya keluarga Viking dan budak mereka hidup di lahan pertanian. Mereka bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan mereka. Komoditi pertanian mereka adalah padi-padian dan gandum yang dibuat menjadi roti, dan bubur. Mereka juga beternak domba, sapi, kambing, babi, dan ayam.
Di sektor perdagangan, bangsa Viking dikenal sebagai pembuat kapal dan pelaut yang handal. Dari keahliannya ini, para saudagar Viking mengirim barang dagangannya hampir ke seluruh Eropa, dan Asia Barat, serta menjelajahi Islandia, Greenland, dan Amerika Utara untuk pertama kalinya (Sekitar tahun 1000, seorang Viking Norwegia, Leif Ericson dan pengikutnya berlayar dari pulau Hijau menuju pantai Amerika Utara. Di sana mereka mendirikan koloni yang dinamai Vinlandia).
Selain bertani dan berdagang, bangsa Viking juga mengembangkan pemerintahan yang efisien. Anggota masyarakat lokal memilih dewan-dewan yang disebut thing untuk memutuskan perkara hukum. Penjahat yang telah diadili dapat dijadikan budak di pertanian Skandinavia atau dijual ke luar negeri.
Menjelang abad ke-9, seiring dengan pertambahan populasi, tanah pertanian menjadi semakin jarang. Hal ini yang menyebabkan banyak bangsa Viking memutuskan menjadi penjarah daerah-daerah pantai yang mereka lewati.
Kapal Bangsa Viking
Pada abad ke-7 M, bangsa Viking mulai keluar dari tanah asalnya di Norwegia, Denmark, dan Swedia (dikenal sebagai wilayah Skandinavia) untuk berlayar serta mencari kekayaan dan tanah pertanian yang lebih baik. Mereka mebuat kapal kayu yang sangat indah dan dapat berlayar di laut atau di sungai.
Bangsa Viking membuat kapal berukuran besar dengan lunas kuat sebagai kerangka. Dengan menggunakan layar atau dayung, kapal ini dapat melaju cepat. Jika diperlukan, kapal ini dapat ditarik oleh sekelompok manusia melalui darat.
Bahkan, kapal ini dapat ditarik menempuh jarak jauh sampai ke pedalaman Rusia, agar dapat berpindah dari satu sungai ke sungai lainnya. Kapal Viking juga mudah dilabuhkan tanpa memerlukan pelabuhan. Kapal ini identik dengan patung naga di haluannya, yang dipercaya dapat menakuti roh jahat, monster laut, dan musuh.
Bangsa Viking membuat kapal berukuran besar dengan lunas kuat sebagai kerangka. Dengan menggunakan layar atau dayung, kapal ini dapat melaju cepat. Jika diperlukan, kapal ini dapat ditarik oleh sekelompok manusia melalui darat.
Bahkan, kapal ini dapat ditarik menempuh jarak jauh sampai ke pedalaman Rusia, agar dapat berpindah dari satu sungai ke sungai lainnya. Kapal Viking juga mudah dilabuhkan tanpa memerlukan pelabuhan. Kapal ini identik dengan patung naga di haluannya, yang dipercaya dapat menakuti roh jahat, monster laut, dan musuh.
Kapal yang mempuyai mobilitas luar biasa ini membuat penjarahan mereka di Eropa dapat berlangsung cepat dan efisien. Hal ini menyulitkan penguasa-penguasa Eropa untuk memprediksi kedatangan bangsa Viking ke daerahnya.
Kondisi Eropa Abad ke-9
Eropa pada awal abad ke-9, diwarnai perebutan kekuasaan oleh keturunan Karl Agung (Karel si Botak, Louis, dan Lothair). Perebutan kekuasaan ini menyebabkan melemahnya kekaisaran Frank, dan baru di tahun 839 peperangan dapat diakhiri dengan munculnya perjanjian Verdum, perjanjian yang membagi wilayah kekaisaran Frank.
Kesepakatan tertulis itu membagi secara permanen wilayah-wilayah Frank ke dalam wilayah-wilayah terpisah. Sekali lagi imperium tunggal lebih dari sebuah gagasan yang pada saat itu sulit terlaksana.
Setelah kesepakatan Verdum terlaksana, Karel si Botak harus menghadapi ancaman yang sangat sulit diatasi daripada ancaman saudara-saudaranya yang lapar akan kekuasaan: yaitu ancaman dari penginvasi dari utara, yang menganggap sungai Loire menjadi pintu ideal untuk memasuki kerajaannya.
Para penginvasi itu adalah bangsa Viking, pengembara muda dari daerah Skandinavia, yang berlayar dari kota-kota dingin yang sulit untuk menopang kehidupan keluarga mereka. Bangsa pengembara ini telah berkelana ke laut lepas selama berabad-abad, tetapi perubahan iklim yang aneh tiba-tiba membuat mereka bisa berlayar secara leluasa ke daerah-daerah yang belum pernah mereka kunjungi.
Fenomena perubahan cuaca ini dikenal sebagai periode hangat abad pertengahan. Periode ini dimulai dari tahun 800, ditandai dengan naiknya temperatur cuaca di Eropa. Kenaikan temperatur ini cukup untuk melelehkan es di rute-rute laut bagian utara yang sebelumnya tidak dapat dilalui. Berlayar di Laut Utara yang dingin mempunyai resiko tinggi, yang hanya dapat dilakukan di bulan-bulan tertentu saja.
Bangsa Viking Menjarah Wilayah Eropa
Kesepakatan tertulis itu membagi secara permanen wilayah-wilayah Frank ke dalam wilayah-wilayah terpisah. Sekali lagi imperium tunggal lebih dari sebuah gagasan yang pada saat itu sulit terlaksana.
Setelah kesepakatan Verdum terlaksana, Karel si Botak harus menghadapi ancaman yang sangat sulit diatasi daripada ancaman saudara-saudaranya yang lapar akan kekuasaan: yaitu ancaman dari penginvasi dari utara, yang menganggap sungai Loire menjadi pintu ideal untuk memasuki kerajaannya.
Para penginvasi itu adalah bangsa Viking, pengembara muda dari daerah Skandinavia, yang berlayar dari kota-kota dingin yang sulit untuk menopang kehidupan keluarga mereka. Bangsa pengembara ini telah berkelana ke laut lepas selama berabad-abad, tetapi perubahan iklim yang aneh tiba-tiba membuat mereka bisa berlayar secara leluasa ke daerah-daerah yang belum pernah mereka kunjungi.
Fenomena perubahan cuaca ini dikenal sebagai periode hangat abad pertengahan. Periode ini dimulai dari tahun 800, ditandai dengan naiknya temperatur cuaca di Eropa. Kenaikan temperatur ini cukup untuk melelehkan es di rute-rute laut bagian utara yang sebelumnya tidak dapat dilalui. Berlayar di Laut Utara yang dingin mempunyai resiko tinggi, yang hanya dapat dilakukan di bulan-bulan tertentu saja.
Bangsa Viking Menjarah Wilayah Eropa
Menjelang pertengahan abad ke-9, bangsa Viking sudah bisa berlayar sepanjang tahun dan leluasa memasuki wilayah-wilayah Eropa lainnya. Awalnya bangsa Viking menyerang biara dan kota pantai yang kaya. Kemudian, mereka menyusuri Sungai Rhein, Seine, dan Loire untuk menyerang kota-kota di pedalaman.
Bangsa Viking bertanggung jawab terhadap pembakaran Rouen dan penghancuran kota-kota sepanjang sungai Seine selama perang saudara kekaisaran Frank. Mereka telah menginvasi wilayah itu hingga wilayah barat daya kerajaan Karel di tahun 843.
Bangsa Viking bertanggung jawab terhadap pembakaran Rouen dan penghancuran kota-kota sepanjang sungai Seine selama perang saudara kekaisaran Frank. Mereka telah menginvasi wilayah itu hingga wilayah barat daya kerajaan Karel di tahun 843.
Tahun 844, atau tepatnya satu tahun setelah Perjanjian Verdum dilaksanakan, bangsa Viking juga masuk ke wilayah kekuasaan emir Kordoba, Abu ar-Rahman II. Dia berusaha menghalau para Viking ke luar (orang-orang Viking biasanya memilih merampas harta kekayaan, daripada menetap lama untuk berperang). Akan tetapi Emir Kordoba sadar bahwa dia tidak mungkin bisa membendung para penjarah tersebut, oleh karena itu dia mulai membangun satuan armada kapal.
Setahun kemudian, para Viking melancarkan invasi serius terhadap kerajaan Karel. Bangsa Franks terbukti kurang mampu menghadapi para penginvasi daripada emir Kordoba. Hanya dalam beberapa minggu, kapal-kapal Viking telah bergerak masuk jauh ke dalam hingga Paris, sementara sebagain dari mereka menjarah wilayah-wilayah sekitarnya.
Kapal-kapal Viking akhirnya tiba di luar kota Paris pada Hari Paska. Karel berusaha menyuap pemimpin mereka, yang bernama Ragnar Lodbrok, dengan tujuh ribu pound emas, tetapi setelah kapal-kapal mereka mundur ke sungai, penjarahan masih terus terjadi.
Antara tahun 858 dan 860, kumpulan kapal Viking terus melakuakn perampasan ke pesisir bagian selatan dan timur Hispania. Kapal-kapal lain Viking berlayar menuju Mediterania, dan menghancurkan pesisir Italia. Sebagian dari kapal-kapal itu bahkan berlayar jauh menyeberangi Mediterania dan mencoba menjarah Aleksandria.
Karel si Botak kurang berhasil menghadapi ancaman yang sama. Para Viking menculik pejabat tinggi keagamaan dan menuntut tebusan besar bagi pembebasannya. Mereka bahkan membakar gereja besar di Poitier, dan merampas seluruh wilayah kerajaan bagian utara.
Setiap kali Karel membayar para Viking, mereka meninggalkan tempat itu, tetapi mereka selalu kembali lagi. Hal ini membuat kepemimpinan Karel semakin tidak populer di tengah masyarakatnya yang membayar pajak untuk kemakmuran kerajaan.
Pada tahun 860, Karel mulai membangun jembatan-jembatan pertahanan di sungai untuk memblokade para Viking. Jembatan-jembatan pertama yang ada di sungai Seine terbukti sangat berguna dalam menghalau laju perahu-perahu panjang Viking, sehingga penghalang itu dibangun di seluruh penjuru kerajaan.
Karel juga telah mengeluarkan dekrit yang berisi larangan pembuatan perahu-perahu panjang ilegal. Pembangunan jembatan-jembatan pertahanan menjadi proyek yang memakan waktu lama. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan pembangunan jembatan-jembatan pertahanan. Di sisi lain para penduduk yang tinggal di dataran rendah dekat muara sungai, benar-benar tidak berdaya menghadapi para Viking.
Bangsa Viking Menjarah Byzantium
Di Eropa bagian timur masuknya penginvasi bangsa Viking menimbulkan riak yang menghantam tembok-tembok Konstantinopel. Pada saat itu, Konstantinopel dipimpin oleh Michael III, cucu jenderal Michael II yang ambisius. Jenderal Michael II merebut tahta kerajaan dengan cara membunuh Leo V saat misa Natal. Mihael III mewarisi tahta Byzantium pada tahun 842 saat berusia dua tahun, sehingga ibu dan paman-pamannya yang menjalankan roda pemerintahan Konstantinopel.
Seperti halnya Karel si botak, para petinggi Konstantinopel tidak berdaya menghadapi invasi dari Viking. Sekitar tahun 860an, dua ratus kapal berlayar menuruni laut Hitam. Kapal-kapal itu dipehuhi ribuan perompak yang menepi ke pantai, membakar, dan menghancurkan segala sesuatu di luar tembok-tembok Konstantinopel.
Perompak itu mengarahkan pedang-pedang mereka kepada masyarakat yang ketakutan. Batrik Photius menggambarkan bangsa Viking layaknya beruang liar yang membabat habis penduduk negeri itu seperti rerumputan.
Bangsa Viking menjarah daerah luar gerbang Konstantinopel selama lebih dari seminggu, sebelum akhirnya menjauh dari gerbang-gerbang Konstantinopel yang terkunci. Melihat bangsa Viking yang mulai beranjak pergi, petinggi-petinggi Konstantinopel langsung mengklaim bahwa Viking takut akan pembalasan Byzantium. Padahal, menjarah dan mundur merupakan strategi terbaik bangsa Viking.
Bangsa Viking Menginvasi Britania Raya
Pada tahun 865 M, satu pasukan bangsa Viking yang telah menjarah kekaisaran Frank berlayar menjauh dari jembatan-jembatan perlindungan yang dibangung oleh Karel si botak, dan menyusuri laut menuju negara lain.
Sementara itu, di seberang perairan Francia Barat terdapat pulau Britania Raya, yang dikuasai oleh sejumlah raja dan pemimpin perang. Para raja dan pemimpin perang itu sulit bekerja sama, sehingga tidak jarang terjadi peperangan di kawasan Britania.
Di wilayah utara terdapat bangsa Pictis, yang sedang berjuang melawan orang-orang Scoti, yaitu para bajak laut dari Irlandia Barat. Jauh di sebelah selatan, tujuh raja keturunan Anglo-Saxon membagi wilayah pedesaan Inggris. Pantai barat daya yang penuh karang masih dikuasai orang Welsh, keturunan bangsa Roma dan Irlandia, dan suku asli Britons yang menetap di sana sejak abad ke-4.
Dua puluh tahun menjelang kedatangan bangsa Viking ke tanah Britania, daerah tersebut terbagi menjadi dua kekuatan besar. Pertama House of Alpin (bangsa Scoti yag telah merebut wilayah bangsa Pictis), yang membentang luas ke utara Britania. Kedua, kerajaan Wessex yang mengalami kebangkitan pada tahun 860, dan menyatukan seluruh wilayah di sebelah tenggara Inggris. Meskipun demikian, tidak ada raja yang cukup kuat untuk mendorong kekuasan Anglo-Saxon menjadi satu kekuatan untuk mengalahkan bangsa Viking.
Bangsa Viking tiba di Britania pada 864 M, mereka mendarat pertama kali di Wessex. Kedatangan perompak Viking ini dipimpin oleh 3 orang bersaudara: Halfdan, Ivar, dan Ubber, yaitu para putra pembajak Viking bernama Ragnar Lodbrok.
Kedatangan pasukan bangsa Viking ditandai dengan dikibarkannya spanduk Raven (burung gagak), lambang dewa odin. Spanduk itu adalah simbol agama-agama kuno yang kekuatannya masih dipercaya sebagian orang-orang Kristen Anglo-Saxon.
Orang-orang Anglo-Saxon tidak dapat berbuat banyak menghadapi gelombang besar pasukan Viking tahun 865 M. Serangan besar yang dilakukan bangsa Viking meluluhlantahkan daratan Britania. Kemenangan mereka tidak hanya merampas tanah Anglo-Saxon, melainkan juga memaksa masyarakat itu kembali ke agama-agama kuno.
Akhir tahun 867, pasukan besar Viking telah menyerbu Northumbria, mengambil alih York, dan menyisakan kehancuran di biara Whitby. Setelah melakukan pembantaian di Northumbria, pasukan Viking terus bergerak ke Mercia.
Raja Mercia mengirim pesan ke raja Erthelred dari Wessex untuk meminta bantuan melawan VIking. Ethelred, yang juga memerintah Sussex, dan kent memberi respon positif. Bersama adik bungsunya yang bernama Alfred, mereka bersama-sama menghadapi Viking di Nottingham, dan mereka berupaya merundingkan perdamaian. Tidak terjadi pertempuran besar ketika itu, dan kesepakatan perdamaian berhasil dicapai.
Setelah sepakat berdamai dengan Raja Mercia, bangsa Viking memutuskan kembali ke York, dan tinggal di sana selama satu tahun. Muncul rumor bahwa Alfred dan Ethelred membayar para Viking untuk berdamai.
Pada akhir tahun 868, setelah mengumpulkan perbekalan, orang-orang Viking bergerak ke Anglia Timur. Di sana mereka membunuh raja yang telah menyediakan tumpangan selama musim dingin, dan merebut kerajaan itu. Dengan kemenangan itu, bangsa Viking menjadi penguasa wilayah di utara dan bagian timur, Wessex sendiri dalam ancaman besar.
Puncak Invasi Bangsa Viking
Pasukan besar Viking bergerak menuju Wessex selama musim dingin, Januari 871. Ethelred dan Alfred berjuang keras melawan mereka dalam setiap pertempuran, meskipun telah berusaha menahan laju Viking, orang-orang Viking terus bergerak menuju kerajaan Ethelred.
4 Januari 871, pasukan Anglo-Saxon dikalahkan di Reading. Pasukan itu mundur, dan kembali bergerak. Empat hari kemudian, mereka menghadapi Viking di Ashdown. Kali ini, mereka berhasil memukul mundur pasukan Viking, sayang pertempuran itu memakan banyak korban di kubu Anglo-Saxon.
Dua minggu kemudian, meletus kembali pertempuran, dan lagi-lagi dewi fortuna lebih berpihak kepada orang-orang Viking. Pemimpin Viking, Halfdan, mengambil alih pemerintahan London, dan tambahan pasukan Viking tiba untuk memperkuat pasukan besar Viking.
Walaupun Ethelred terus melawan, ia akhirnya meniggal karena sakit pada April 871, di usia 30 tahun. Alfred yang saat itu menginjak usia awal 20 tahun, menggantikan Ethelred sebagai penguasa Wessex, sekaligus menjadi komandan pasukan untuk mempertahankan Anglo-Saxon. Tidak lama setelah bertahta, Alfred mengalami kekalahan yang memaksanya untuk membuat kesepakatan damai sementara.
Di lain pihak, bangsa Viking semakin memperkokoh dominasi mereka di Northumbria. Pada tahun 874, mereka bergerak ke Mercia dan merebut kerajaan tersebut. Pada saat perang pemimpin pasukan Viking, Ivar meninggal, namun pasukan Viking terus meneruskan peperangan di bawah pimpinan saudara Ivar bernama Ubbe dan letnan Guthrum (Halfdan saat itu telah kehilangan dukungan dari pasukannya).
Tahun 878, kemenangan-kemenangan yang diraih Viking, membuat hampir seluruh pulau jatuh ke tangan mereka. Keadaan yang semakin mendesak ini, membuat Alfred selaku komandan pasukan memutuskan untuk bersembunyi di rawa-rawa Athelney di bagian barat kerajaan Wessex. Sementara itu, para pengungsi Anglo-Saxon berlayar menjauh dari pulau itu, mencari negeri baru dalam keputusasaan.
Perjanjian Wedmore dan Akhir Penjarahan Bangsa Viking
Semua belum benar-benar berakhir. Alfred bukan lah satu-satunya jenderal yang memimpin peperangan melawan Viking. Pada awal 878, Ubbe terbunuh dalam pertempuran melawan Cynuit. Pasukan Anglo-Saxon dalam perang ini dipimpin oleh Odda, seorang bangsawan yang berasal dari Saxon. Odda bukan lah seorang raja, melainkan seorang jenderal senior yang berhasil menang melawan Vixing, tidak hanya itu ia berhasil merampas spanduk burung gagak para Viking.
Dengan meninggalnya pemimpin Viking, Guthrum otomatis menjadi pemimpin tunggal Viking. Pasukan Viking juga masih menguasai wilayah pedesaan. Akan tetapi dampak kemenangan Odda berpengaruh besar terhadap moral pasukan Anglo-Saxon, Alfred yang sebelumnya bersembunyi semangatnya mulai kembali.
Alfred memimpin pasukan bergerak keluar dari rawa-rawa Athelney. Pada akhir musim dingin 878, ia bertempur melawan pasukan besar Viking di kota Eddington, Wessex, dan ia berhasil memenangkan pertempuran itu. Ia dan pasukannya menghancurkan pasukan Viking itu, dan mengejar yang lari. Kekalahan ini adalah kekalahan terbesar yang pernah dialami Viking selama 15 tahun berada di Inggris.
Setelah perang Eddington, pemimpin Viking, Guthrum setuju untuk melaksanakan perjanjian dengan Alfred, dan memeluk agama Kristen suatu saat. Ia membawa 30 orang prajurit terkuat Viking, dan semuanya dibaptis pada hari yang sama. Setelah itu mereka kembali ke tanah air mereka.
Perjanjian yang disahkan oleh Alfred dan Guthrum ini diberi nama perjanjian Wedmore. Perjanjian ini membagi Inggris menjadi dua bagian. Selatan dan barat daya tetap menjadi Anglo-Saxon, Alfred memerintah di daerah selatan dan menyerahkan bekas kerajaan Mercia kepada anak perempuannya.
Sementara itu, Guthrum, dan orang-orang Viking bebas menguasai Northumbria, perairan bagian timur, dan separuh bagian timur Mercia. Sebagian Viking yang telah berada di Inggris selama 15 tahun tidak keberatan dengan perjanjian itu, mereka bahkan telah terbiasa dengan kehidupan di sana. Mereka mulai menata kehidupan di sana, bukan seagai penjarah tetapi sebagai pemukim.
Pada tahun-tahun setelah perjanjian Wedmore, Alfred menghancurkan usaha-usaha Viking untuk merebut lebih banyak teritori. Namun, pembagian Inggris menjadi dua kerajaan, Anglo-Saxon, dan Danelaw tetap terjadi. Perjanjian Wedmore adalah sebuah kompromi, tetapi perjanjian itu memberikan setiap pihak hal yang diinginkan. Guthrum dan pemimpin perang Viking mendapatkan tempat hidup baru, dan Alfred sanggup memperoleh kembali sebagaian besar kerajaan Anglo-Saxon.
BIBLIOGRAFI
Adams, Simon. 2007. Sejarah Dunia: Dari Mesir Kuno hingga Tsunami Asia. Jakarta: Erlangga.
Bauer, Susan Wise. 2016. Sejarah Dunia Abad Pertengahan: Dari Pertobatan Konstantinus Sampai Perang Salib Pertama. Terj. Aloysius Prasetya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Chambers, Mortimer dkk. 2003. The Western Experience: Volume I to the Eighteenth Century. New York: Mc graw Hill Higher Education.
Advertisement
EmoticonEmoticon